Hari itu kali pertama aku melihat ia tersenyum. meskipun senyuman itu bukan terarah kepada ku, tapi aku senang. Nisa. Sosok gadis kecil yang belum lama ini aku kenal. Setiap hari aku melintasi jalan itu, setiap hari pula aku melihat nisa. Bukan untuk meminta, berjualan koran, atau semacam nya.

Nisa adalah anak seorang ibu renta yang berjualan di pinggir jalan itu. Dengan setia ia terus menemani ibu nya berjualan. Nisa bukannya tidak bersekolah, ia sekolah, bahkan ia pintar disekolah nya.

Kadang aku merasa iri dengan ketegaran hati yang amat sangat yang dimiliki nisa kecil. Ia selalu tersenyum ditengah tekanan yang melanda hatinya. Untuk ukuran bocah tanpa dosa, itu adalah hal yang sulit.
Ia tidak pernah menampakkan raut kesedihan di wajah nya, meskipun mata jernih nya tiada bisa menyembunyikan keletihan lahir dan juga batin. Aku tidak tahu apakah ia mempunyai ayah atau saudara yang lain. Tetapi sepanjang aku melintas di jalan itu, hanya ada nisa kecil dan ibunya.

Ingin aku mendekati, hanya untuk sekedar berbincang dengannya. Bertanya bagaimana kehidupannya, tetapi aku takut mengusik ketenangannya.

Pernah sekali waktu aku melihat nisa kecil menghampiri ibunya, sepulang sekolah, ia mengatakan sesuatu kepada ibunya yang aku tidak tahu apa itu, tetapi seperti tidak ada timbal balik. Sedetik kemudian terlihat raut kesedihan menyergap wajah ibu renta itu, ntah apa yang dikatakan nisa tadi.
Sedih.

Pahit getir kehidupan yang aku saksikan dalam beberapa hari ini cukup membuat aku terdiam. Sungguh, bahkan di dunia yang kejam ini, masih tampak terlihat orang orang yang terus berjuang menegakkan tiang ketegaran yang sedemikian kokoh di relung hati terdalam.
Ingin rasa nya bisa setegar nisa kecil, bagaimana cara ia menapakkan kaki nya dengan penuh sungguh, dengan tidak mengeluh.
Tetap tersenyum ditengah jeritan hati yang meminta, ditengah goresan hati yang membuat luka. Ia tetap tersenyum, sepahit apapun kehidupan yang harus ia jalani..

Bersambung lah ~